Ada hal yang seringkali kita lupakan dalam proses menetapkan hukum atau menanyakan hukum terkait atas suatu permasalahan. Yakni tidak mengkaji dengan seksama fakta mengenai permasalahan yang hendak dihukumi. Maka jatuhlah kita pada penerapan dalil atas fakta yang tidak pas. Sehingga kesimpulan hukumnya pun menjadi tidak benar. ‘Audzubillahi min dzalik.!
Contohnya mengenai UANG MUKA HANGUS, BOLEH ATAU TIDAK?
Agar lebih terstruktur pemahamannya, saya buat point-point berikut ini, nantinya akan sampai pada sebuah kesimpulan dan sekaligus menjawab pertanyaan di atas.
PERTAMA, gambaran sederhana dari uang muka (panjar / ‘urbuun) agar bisa mewakili pengertiannya adalah seseorang membeli sesuatu dengan membayar sebagian harganya kepada penjual. Jika berlangsung jual beli, uang itu dihitung sebagai bagian dari harga dan jika tidak jadi maka penjual mengambil uang muka itu dengan ketentuan sebagai hibah dari pembeli kepadanya. (Yusuf as-Sabatin, Bisnis Islam)
Jadi penekanannya pada point pembayaran yang dilakukan sebelum berakad, dimana akad lah yang menyebabkan berlangsungnya jual beli.
Asy Syairozi mengatakan, “Tidaklah sah akad jual beli kecuali adanya ijab dan qobul. Imam Nawawi menegaskan tentang perkara ini, “Pendapat yang masyhur dalam madzhab Syafi’i, jual beli tidaklah sah kecuali dengan adanya ijab dan qobul.
KEDUA, para fuqoha (ahli fiqih) berbeda pendapat mengenai status hukum jual beli dengan Uang Muka. Ada pendapat yang mengatakan sah dan tidak sah. Dalam hal ini, setiap Ummat Islam dituntut untuk mengikuti mana pendapat terkuat menurutnya, lalu pendapat terpilih akan menjadi hukum baginya mengenai jual beli dengan uang muka tersebut.
Pendapat yang mengatakan jual beli dengan uang muka tidak sah di antaranya oleh Imam as-Syaukani, Imam Maalik, Imam Syafi’i, Madzhab Imam Abu Hanifah. Sedangkan pendapat sebaliknya (sah) disampaikan oleh Imam Ahmad bin Hambal dan sejumlah ulama khalaf seperti Syaikh Abdul Aziz bin Baaz.
Konsekwensi dari perbedaan pendapat di atas mengenai kelanjutan pembahasan kita yakni kebolehan atau larangan Hangus terhadap Uang Muka yang diberikan.
Jika memilih mendapat pertama (tidak sah), maka selesai sudah membahas hukum kebolehan atau larangan hangusnya uang muka. Namun bila mengambil pendapat kedua (sah), maka silakan melanjutkan membaca penjelasan point-point berikutnya smile emoticon
KETIGA, harus diakui, terkadang ada satu terminologi yang dalam praktiknya tidak sama. Contoh terminologi pacaran, praktiknya bisa dilakukan sebelum menikah dan juga (katanya) setelah menikah. Ah..ngawur, ada yang mau ngasih contoh yang pas? grin emoticon
Akan halnya dengan uang muka, walau sama-sama di istilahkan uang muka (panjar) namun pada praktiknya bisa jadi berbeda. Nggak percaya? Mari kita buktikan. Saya akan memberikan 2 (dua) fakta transaksi, keduanya merupakan fakta transaksi dalam Kredit Pemilikan Rumah.
  • Fakta pertama, KPR menggunakan perbankan, di mana dalam transaksinya terdapat perbedaan dengan KPR yang tidak melibatkan perbankan dalam proses pembiayaannya (baca: KPR Syariah‪#‎tanpaBank‬). Sepanjang pengetahuan saya (mohon di koreksi jika keliru), Developer yang menggunakan Bank, menetapkan tahapan pembayaran menjadi 3 tahap dan 1 tahap oleh Perbankan.

Tahap pertama calon konsumen harus membayar Booking Fee (tanda jadi) atas unit blok yang di minatinya. Uang BF ini diterima Developer agar menjamin unit blok yang diminati calon konsumen yang bersangkutan tidak lagi ditawarkan kepada calon konsumen berikutnya dan BF ini HANGUS jika dalam masa yang ditetapkan tidak ada follow up dari calon konsumen tersebut.
  • Tahap kedua calon konsumen melakukan pembayaran uang muka (walau pada kenyataannya tidak selalu ada DP) dalam waktu tenggang setelah membayar BF. Yang dalam hukum positif (KUHP), uang muka ini TIDAK DIBENARKAN HANGUS alias jika batal / tidak verified untuk KPR di bank maka uang muka ini WAJIB DIKEMBALIKAN oleh Developer.

Tahap ketiga, yakni pelunasan pembayaran sisa harga atas rumah (di kurangi uang muka) setelah calon konsumen menerima pencairan KPR dari perbankan. Jadi di sini dapat juga dipahami bahwa Developer sesungguhny menjual rumahnya secara tunai saja.
Adapun tahap pembayaran kepada bank adalah ketika calon konsumen dinyatakan lolos dan telah berakad KPR sehingga konsumen kemudian membayar angsuran setiap bulannya kepada perbankan.
  • Fakta kedua, KPR #TanpaBank, transaksi semacam ini tergolong sangat baru dan mungkin baru berlaku di Indonesia dalam kurun waktu 4 tahun terakhir ini. Alhamdulillah kami merupakan praktisi di bidangnya, sehingga secara praktis in syaa Allah kami paham proses dan tahapannya. Silakan di simak..

Tahap pertama, sama seperti KPR Bank calon konsumen memilih unit blok yang diminatinya pada perumahan milik Developer. Kemudian membayar uang Tanda Jadi (Booking Fee) sejumlah yang ditetapkan kepada Developer. Pada praktiknya, kami terkadang membuat kebijakan yakni TANDA JADI HANGUS dan terkadang juga TANDA JADI DIKEMBALIKAN. Namun ada sedikit perbedaan antara BF pada KPR bank dengan KPR yang kami praktikkan, di mana BF pada KPR bank tidak termasuk sebagai harga sedangkan di kami BF adalah termasuk dari harga.
  • BF ini juga berfunsi sama seperti Developer yang menggunakan KPR bank, Uang BF ini diterima Developer agar menjamin unit blok yang diminati calon konsumen yang bersangkutan tidak lagi ditawarkan kepada calon konsumen berikutnya.

Tahap kedua, jika dalam masa tenggang booking calon konsumen tidak datang maka kami akan menyikapi uang BF berdasarkan kebijakan yang telah dibuat dan disampaikan kepada calon konsumen, jika hangus maka itu menjadi milik kami dan jika tidak akan kami kembalikan 100% kepada calon konsumen (begitupun bila menyatakan tidak ingin lanjut). Bila calon konsumen menyatakan ingin melanjutkan, maka kami akan proses pada tahapan berikutnya.
  • Tahap ketiga, pembayaran uang muka, tahapan ini kami lakukan setelah calon konsumen ingin melanjutkan dan seusai berakad kredit kepada kami (atau terhitung sebagai pembayaran after akad). Pembayaran uang muka dibayarkan sejumlah yang telah ditentukan, misalnya Rp. 60.000.000, karena sebelumnya konsumen tersebut telah membayar BF, maka besaran BF yang dibayarkan mengurangi nilai uang mukanya secara otomatis. Mengapa begitu? Karena uang BF adalah bagian dari pada harga.

Tahapan keempat, setelah itu konsumen akan melakukan pembayaran angsuran setiap bulannya sesuai dengan kesepakatan tertuang dalam akad jual beli kredit.
Sehingga, dengan memperhatikan kedua fakta di atas (KPR Bank dan KPR #TanpaBank), maka jelas, antara UANG MUKA pada KPR Bank BERBEDA dengan UANG MUKA pada KPR #TanpaBank. Uang muka pada KPR Bank dilakukan SEBELUM berakad jual beli sedangkan uang muka pada KPR #TanpaBank ditunaikan setelah jual beli dilangsungkan.!
KESIMPULAN
Memperhatikan ketiga point di atas, maka menurut kami, bisa disimpulkan bahwa UANG MUKA yang dimaksud oleh pembahasan para ulama fiqih TIDAK SAMA dengan UANG MUKA yang dipraktikkan pada KPR #TanpaBank, melainkan lebih pas di sebut BOOKING FEE karena memang dibayarkan before akad dan menjadi bagian dari harga.
Sehingga UANG MUKA pada transaksi KPR #TanpaBank apabila terjadi pembatalan maka UANG MUKA dan semua pembayaran angsuran setelahnya WAJIB dikembalikan kepada konsumen. Sebab bukan dibayarkan sebelum akad alias bukan pengikat/panjar lagi pada praktiknya. Kecuali pembayaran uang muka benar-benar dibayarkan sebelum akad dan berfungsi seperti untuk mengikat unit blok yg di minati.
Adapun hangus tidaknya uang Booking Fee, maka tergantung kebijakan Developernya, jika hangus maka itu menjadi milik Developer (karena memang dibolehkan secara fiqih, walau ada juga yang menyelisihi) dan bila tidak hangus maka wajib pula dikembalikan.
Wallahu ta’ala a’lam